Etika dalam periklanan
MAKALAH
"ETIKA
DALAM PERIKLANAN”
Dosen
Pengampu :
Hj.I.G.A.Aju Nitya Dharmani ,SST,SE,MM
Diusulkan Oleh :
Ifa
Mustaghfiroh ; 01219139 ; 2019
UNIVERSITAS
NAROTAMA
SURABAYA
2020
DAFTAR ISI
2.1 Pengertian pemasaran dan periklanan
2.2 Prinsip moral dan periklanan
2.4 Etika, tata karma dan tata cara periklanan di
Indonesia
2.6 Contoh
kasus dalam etika periklanan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Kehidupan dunia modern saat ini
tidak bisa lepas atau sangat tergantung pada iklan. Dalam pemasaran produsen
dan distributor iklan dijadikan alat untuk menjual produknya, sedangkan di sisi
lain para pembeli akan memiliki informasi yang memadai mengenai produk – produk
barang dan jasa yang tersedia di pasar. Dalam komunikasi pemasaran iklan
menjadi alat interaksi antara pengiklan dan pembeli. Dengan demikian Institut
Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan periklanan merupakan pesan – pesan penjualan
yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling
potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah -
murahnya (Jefkins, 1996:5).
Dalam industri periklanan
perkembangan pasar secara tidak langsung akan mempengaruhi strategi pemasaran
dalam menawarkan dan memasarkan produk. Strategi-strategi inilah dibuat yang
kemudian memunculkan berbagai macam iklan untuk mendapatkan pasar
sebanyak-banyaknya, menjadikan iklan bagian dari kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan
bahwa iklan menjadi komponen terpenting dalam komunikasi pemasaran. Iklan
dibuat semenarik mungkin, sehingga terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan,
serta mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, ekologis, dan estetika penonton
atau sasaran produk yang diiklankan (Kasali, 1992:9).
Di Indonesia, dunia periklanan
tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin berkemajuan. Fenomena seperti
ini menuntut para pengiklan untuk mendapatkan strategi yang terbaik dalam
menguasai dan mempertahankan pangsa pasarnya. Iklan tidak mutlak diperlukan
bagi jalannya perekonomian yang efisien, karena biasanya penawaran akan selalu
mengimbangi permintaan. Namun munculnya periklanan menimbulkan kekhawatiran bahwa
iklan yang setiap harinya dikomunikasikan di media massa pada umumnya penuh
dengan manipulasi. Dari segi moral, kebanyakan iklan tidak mempunyai
nilai-nilai informatif, karena semata-mata hanya demi meraup keuntungan para
produsen saja.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa pengertian periklanan?
b. Apa saja prinsip dalam periklanan?
c. Bagaimana pegontrolan dalam iklan?
d. Apa saja etika, tata krama, dan tata cara
periklanan di Indonesia
1.3
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk mengetahui dan mempelajari implementasi etika bisnis pada
pemasaran dan periklanan serta guna memenuhi tugas matakuliah Etika bisnis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
pemasaran dan periklanan
Definisi pemasaran
menurut William J. Stanton adalah Pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari
kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan
kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Sedangkan periklanan
merupakan salah satu kegiatan promosi yang banyak dilakukan oleh perusahaan
maupun perseorangan. Pihak yang memasang iklan harus mengeluarkan sejumlah
biaya atas pemasangan iklan pada media. Jadi periklanan adalah komunikasi
non-individu, dengan sejumlah biaya, melalui berbagai media yang dilakukan oleh
perusahaan, lembaga non-laba, serta individu-individu.
Iklan merupakan salah satu
strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual
dengan konsumen. Dalam hal ini berarti bahwa dalam iklan kita dituntut untuk
selalu mengatakan hal yang benar kepada konsumen tentang produk sambil
membiarkan konsumen bebas menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk
itu.
2.2 Prinsip
moral dan periklanan
a. Prinsip kejujuran
Prinsip kejujuran berhubungan
dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan
sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan
baru. Maka ditekankan disini adalah bahwa isi iklan yang
dikomunikasikan haruslah bersungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari
produksi barang dan jasa.
b. Prinsip martabat manusia ebagai
pribadi
Iklan semestinya menghormati hak
dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab setiap
orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan.
Hal ini berhubungan dengan dimensi jasa yang ditawarkan, kebanggaan bahwa
memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarakat dan
lain-lain.
c. Iklan dan tanggung jawab social
Manipulasi melalui iklan atau
cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis. Ada dua cara untuk memanipulasi
orang dengan periklanan :
·
Subliminal
advertising
Subliminal
advertising adalah eknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan
dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, amun dibawah
ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai dibidang visual maupun audio.
·
Iklan
yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini
dianggap kurang etis karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan
yang langsung ditujukan kepada anak tidak bisa dinilai sebagai manipulasi saja.
Hal tersebut harus ditolak karena tidak etis.
d. Tanggung jawab terhadap produk
·
Keamanan
dan Tanggung Jawab
Bisnis
memiliki tanggung jawab etis untuk merancang, memproduksi, dan mempromosikan
produknya dalam cara menghindarkan timbulnya bahaya bagi konsumen. Misalnya,
bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh produk yang tidak aman
sehingga membahayakan kosumen.
·
Periklanan dan Penjualan
Bersama dengan keamanan
produk, wilayah etika periklanan juga mendapat perhatian yang cukup signifikan
dalam etika bisnis. Dalam mengiklankan produk tentu saja ada unsur mempengaruhi
khalayak umum agar mau membeli produk yang di iklankan. Dalam hal ini tentu
saja ada cara yang baik dan ada pula cara yang buruk secara etis untuk
mempengaruhi khalayak tersebut. Diantara cara yang baik untuk mempengaruhi
orang lain secara etis adalah membujuk/persuasi, bertanya, memberitahu,
menasehati. Sedangkan cara mempengaruhi yang tidak etis mencakup ancaman, pemaksaan,
penipuan, manipulasi dan berbohong. Sayangnya begitu sering praktik penjualan
dan periklanan menggunakan cara-cara yang menipu atau manipulatif untuk
mempengaruhi atau diarahkan pada audiens yang dapat ditipu atau dimanipulasi.
Contoh: penjualan pada mobil bekas.
2.3
Pengontrolan iklan
Karena kemungkinan
dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan
dalam bisnis periklanan, maka perlu adanya kontrol yang tepat guna mengimbangi
kerawanan tersebut.
a. Kontrol oleh pemerintah
Disini
terletak tugas penting bagi pemerintah yang harus melindungi masyarakat
konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan
obat diawasi secara langsung oleh BPPOM.
b. Kontrol oleh para
pengiklan
Cara paling
ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklan adalah pengaturan diri
(self-reganulation) oleh dunia periklanan. Hal tersebut dilakukan dengan
menyusun kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi
periklanan itu sendiri. Di Indonesia kita memiliki tata krama dan tata cara
periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI
(Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa
dan Penyantun Iklan Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia),
SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar). Pengawasan kode etik ini dipercayakan
kepada KPI (Komisi Periklanan Indonesia) yang terdiri dari semua nsur semua
asosiasi pendukung dari tata krama tersebut.
c. Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat harus ikut
serta dalam mengawasi mutu etis periklanan yaitu dengan mendukung dan
menggalakkan lembaga-lembaga konsumen. Lembaga tersebut adalah YLKI (Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia) di Jakarta dan Lembaga Pembinaan dan
Perlindungan Konsumen di Semarang. Laporan-laporan oleh lembaga-lembaga
konsumen tentang suat produk atau jasa sangat efektif sebagai kontrol atas
kualitasnya dan srentak juga atas kebenaran periklanan.
2.4 Etika,
tata karma dan tata cara periklanan di Indonesia
Tata karma adalah kebiasaan
sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia setempat.
Tata krama terdiri atas tata dan krama. Tata berarti adat, aturan , norma,
peraturan. Krama berarti sopan santun, kelakuan tindakan, perbuatan. Dengan
demikian,tata krama berarti adab sopan
santun, kebiasaan sopan santun, atau sopan santun.
Berikut ini adalah
tata karma periklanan yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Diatur
berdasarkan isi iklan dan ragam iklan.
1. Isi iklan
a. Hak Cipta
Penggunaan, penyebaran,
penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari materi
periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau
pemegang merek yang sah.
b. Bahasa
·
Iklan
harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan
tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran
selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
·
Iklan
tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”,
”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa
secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan
pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
·
Penggunaan
kata-kata tertentu harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk
menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus
dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber
yang otentik.
b. Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat
dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari
Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
c. Pada prinsipnya kata halal tidak untuk
diiklankan. Penggunaan kata “halal” dalam iklan pangan hanya dapat ditampilkan
berupa label pangan yang mencantumkan logo halal untuk produk–produk yang sudah
memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia atau lembaga yang
berwenang.
d. Kata-kata ”presiden”, ”raja”, ”ratu” dan
sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan atau konotasi yang negatif.
c. Tanda Asteris (*)
Tanda asteris pada iklan di media
cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan
atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari
produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. Tanda
asteris pada iklan di media cetak hanya boleh digunakan untuk memberi
penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda
tersebut.
d. Pemakaian Kata
“Gratis”
Kata “gratis” atau kata lain yang
bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus
membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus
dicantumkan dengan jelas.
e. Pencantum Harga
Jika harga sesuatu produk
dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga
konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
f. Garansi
Jika suatu iklan mencantumkan
garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus
dapat dipertanggungjawabkan.
g. Janji Pengembalian
Uang (warranty)
Jika suatu iklan menjanjikan
pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata
mengecewakan konsumen, maka:
·
Syarat-syarat
pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara
lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya
pengembalian uang.
·
Pengiklan
wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
h. Rasa Takut dan
Takhayul
Iklan tidak boleh menimbulkan atau
mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap
takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
i.
Kekerasan
Iklan tidak boleh – langsung maupun
tidak langsung – menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi
kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
j.
Keselamatan
Iklan tidak boleh menampilkan
adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan
dengan produk yang diiklankan.
k. Perlindungan Hak-hak
Pribadi
Iklan tidak boleh menampilkan atau
melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang
bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar
sebagailatar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
l.
Hiperbolisasi
Boleh dilakukan sepanjang ia
semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat
jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
m. Waktu Tenggang
(elapse time)
Iklan yang menampilkan adegan hasil
atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas
mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
n. Penampilan Pangan
Iklan tidak boleh menampilkan
penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap
makanan atau minuman.
o. Penampilan Uang
·
Penampilan
dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma
kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang
berlebihan.
·
Iklan
tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk
memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah.
·
Iklan pada
media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1,
berwarna ataupun hitam-putih.
·
Penampilan
uang pada media visual harus disertai dengan tanda“specimen”yang
dapat terlihat jelas.
p. Kesaksian Konsumen
(testimony).
·
Pemberian
kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga,
kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
·
Kesaksian
konsumen harus merupakan kejadian yang benarbenar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya.
·
Untuk
produk-produk yang hanya dapat memberi manfaat atau bukti kepada konsumennya
dengan penggunaan yang teratur dan atau dalam jangka waktu tertentu, maka
pengalaman sebagaimana dimaksud dalam butir 1.17.2 di atas juga harus telah
memenuhi syarat-syarat keteraturan dan jangka waktu tersebut.
·
Kesaksian
konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani
oleh konsumen tersebut.
·
Identitas
dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus
dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi
pada hari dan jam kantor biasa.
q. Anjuran (endorsement)
·
Pernyataan,
klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki
oleh penganjur.
·
Pemberian
anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili
lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
r.
Perbandingan
·
Perbandingan
langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan
dengan kriteria yang tepat sama.
·
Jika
perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu
penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut
harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara
riset tersebut.
·
Perbandingan
tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
s. Perbandingan Harga
Hanya dapat dilakukan terhadap
efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus disertai dengan
penjelasan atau penalaran yang memadai.
t.
Merendahkan
Iklan tidak boleh merendahkan
produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
u. Peniruan
·
Iklan
tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga
dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan
khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita,setting,
komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan,
bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar,
komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan
properti.
·
Iklan
tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh
sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun
terakhir.
v. Istilah Ilmiah dan
Statistik
Iklan tidak boleh menyalahgunakan
istilah-istilah ilmiah dan statistic untuk menyesatkan khalayak, atau
menciptakan kesan yang berlebihan.
w. Ketiadaan Produk
Iklan hanya boleh dimediakan jika
telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
x. Ketaktersediaan
Hadiah
Iklan tidak boleh menyatakan
“selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
y. Pornografi dan Pornoaksi
Iklan tidak boleh mengeksploitasi
erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa
pun.
z. Khalayak Anak-anak
·
Iklan yang
ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat
mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan
kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka.
·
Film iklan
yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak
dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas,
dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata“Bimbingan Orangtua”atau
simbol yang bermakna sama.
2. Ragam Iklan
a. Minuman Keras
Iklan minuman keras maupun gerainya
hanya boleh disiarkan di media nonmassadan wajib memenuhi ketentuan berikut:
·
Tidak mempengaruhi atau
merangsang khalayak untuk mulai meminum minuman keras.
·
Tidak
menyarankan bahwa tidak meminum minuman keras adalah hal yang tidak wajar.
·
Tidak
menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan
keselamatan.
·
Tidak
menampilkan ataupun ditujukan terhadap anak-anak di bawah usia 17 tahun dan
atau wanita hamil.
b. Rokok dan Produk
Tembakau
·
Iklan
rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya
berusia di bawah 17 tahun.
·
Penyiaran
iklan rokok dan produk tembakau wajib memenuhi ketentuan berikut:
a. Tidak merangsang atau
menyarankan orang untuk merokok;
b. Tidak menggambarkan atau
menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan;
c. Tidak memperagakan atau
menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan, atau gabungan keduanya, bungkus
rokok, rokok, atau orang sedang merokok, atau mengarah pada orang yang sedang
merokok;
d. Tidak ditujukan terhadap atau
menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan, atau gabungan keduanya, anak,
remaja, atau wanita hamil;
e. Tidak mencantumkan nama produk
yang bersangkutan adalah rokok;
f. Tidak bertentangan dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat.
c. Obat-obatan
·
Iklan
tidak boleh secara langsung maupun tersamar menganjurkan penggunaan obat yang
tidak sesuai dengan ijin indikasinya.
·
Iklan
tidak boleh menganjurkan pemakaian suatu obat secara berlebihan.
·
Iklan
tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran atau pencitraan yang
menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu menghilangkan gejala
dari sesuatu penyakit.
d. Produk Pangan
·
Iklan
tidak boleh menampilkan pemeran balita untuk produk yang bukan diperuntukkan
bagi balita.
·
Iklan
tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang berkadar tinggi sehingga dapat
membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak–anak,
dilarang dimuat dalam media yang secara khusus ditujukan kepada anak–anak.
·
Iklan
tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam media massa.
Pemuatan pada media nonmassa, harus sudah mendapat persetujuan Menteri
Kesehatan, atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serta mencantumkan keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI.
e. Vitamin, Mineral, dan
Suplemen
·
Iklan
harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI atau badan yang berwenang untuk itu.
·
Iklan
tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa vitamin, mineral atau suplemen
selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai gizinya.
·
Iklan
tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa penggunaan vitamin, mineral dan
suplemen adalah syarat mutlak bagi semua orang, dan memberi kesan sebagai obat.
f. Kosmetika
·
Iklan
harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan
RI, atau badan yang berwenang untuk itu.
·
Iklan
tidak boleh menjanjikan hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya
harus dilakukan secara teratur dan terus menerus.
·
Iklan
tidak boleh menawarkan hasil yang sebenarnya berada di luar kemampuan produk
kosmetika.
g. Alat Kesehatan
·
Iklan
harus sesuai dengan jenis produk yang disetujui Departemen Kesehatan RI, atau
badan yang berwenang untuk itu.
·
Iklan
kondom, pembalut wanita, pewangi atau deodoran khusus dan produk-produk yang
bersifat intim lainnya harus ditampilkan dengan selera yang pantas, dan pada
waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa.
h. Alat dan Fasilitas
Kebugaran atau Perampingan
Iklan yang menawarkan alat atau
fasilitas kebugaran atau perampingan, tidak boleh memberikan janji yang tidak
dapat dibuktikan ataupun mengabaikan efek samping yang mungkin timbul akibat
penggunaan alat atau fasilitas tersebut.
i.
Properti
·
Iklan
properti hanya dapat dimediakan jika pihak pengiklan telah memperoleh hak yang
sah atas kepemilikan, maupun seluruh izin yang diperlukan dari yang berwenang,
serta bebas dari tuntutan oleh pihak lain manapun.
·
Jika
iklan, atau katalog yang dirujuknya, mencantumkan ketentuan tentang jual-beli,
maka syarat-syaratnya harus jelas dan lengkap.
j.
Kursus dan Lowongan Kerja
·
Iklan kursus
tidak boleh mengandung janji untuk memperoleh pekerjaan atau penghasilan
tertentu.
·
Iklan
lowongan kerja tidak boleh secara berlebihan menjanjikan gaji dan atau
tunjangan yang akan diperoleh.
·
Iklan
lowongan kerja tidak boleh memberi indikasi adanya diskriminasi atas suku,
agama atau ras tertentu.
2.5
Sanksi
pelanggaran
Sanksi
hukum terhadap pelanggaran etika periklanan di Indonesia tercantum dalam Undang
Undang Republik Indonesia No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen pasal 17
ayat 1.f yang berbunyi: “pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan”. Sanksi pelanggaran terhadap terhadap etika periklanan menurut
undang-undang tersebut pada pasal 17 ayat 2 dinyatakan bahwa pelaku usaha
periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan
ayat 1. Sedangkan pada pasal 62 ayat 3 undang undang yang sama menyebutkan
bahwa pelanggar dapat dikenakan sanksi berupa pidana dengan pidana penjara paling
lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
2.6
Contoh
kasus dalam etika periklanan
Gambar 1 : Reklame selebaran yang
melekat pada tiang listrik di daerah jalan lakar santri (21/06/2021, 17:31)
Gambar 2 : Reklame yang di temple
melekat pada pohon di jln raya menganti (21/06/21, 17;38)
Gambar 3 ; Reklame yang di pasang
di pinggir jalan hanya dengan sebuah kayu di jln raya menganti (21/06/2021,
17;45)
Ketiga pemasangan reklame tersebut telah melanggar UU no. 38 Tahun 2004 tentang
Jalan. Peralatan yang digunakan sangat minim yakni sebagai penyangga/ penguat
hanyalah kerangka dari bambu. Hal ini sangat berbahaya apalagi ukurannya cukup
besar yang sangat berpotensi bisa roboh jika terkena angin karena penyangga tidak
akan kuat menahan yang dapat menimpa pengguna jalan apabila reklame tersebut
roboh sewaktu- waktu.
Gambar 4 ; Reklame selebaran yang
melekat pada tiang listrik di daerah jalan lakar santri (21/06/2021, 17:25)
Reklame taman
wisata regrency ini yang benar dengan mematuhi peraturan periklanan dimana
iklan di tempatkan sesuai dengan yang sudah di atur oleh perda.serta
menggunakan penyangga yang kuat.
BAB III
PENUTUP
Iklan merupakan strategi pemasaran agar barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bisa dikenal oleh masyarakat
luas. Iklan bertujuan untuk menarik konsumen agar membeli barang dan jasa yang
dihasilkan sehingga sifat iklan adalah mempengaruhi. Prinsip moral dalam
periklanan yaitu prinsip kejujuran, prinsip martabat manusia sebagai pribadi,
iklan dan tanggung jawab sosial dan tanggung jawab terhadap produk. Dalam dunia
periklanan juga terdapat kontrol agar iklan tidak menyimpang dari hukum dan
norma. Iklan di kontrol oleh pemerintah, masyarakat dan para pelaku iklan sendiri.
Sanksi pelanggaran periklanan diatur dalam
Undang Undang Republik Indonesia No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen pasal
17 ayat 1.f yang berbunyi: “pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan”.
DAFTAR PUSTAKA
Hartman Laura P. dan Joe Desjardins. 2008. Etika Bisnis.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://ahmedfikreatif.wordpress.com/2010/11/22/iklan-kartu-as-vs-xl-apakah-sule-melanggar/ diakses tanggal
28 april 2014 jam 10.54
Riyanto Makmum. Etika Persaingan dalam Periklanan (Jurnal
Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3, Desember 2011).
Swasta Basu. 1993. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
https://arwics.wordpress.com/2016/12/31/etika-tata-krama-dan-tata-cara-periklanan-di-indonesia/
http://rohimahs33.blogspot.com/2014/08/etika-bisnis-periklanan.html
Komentar
Posting Komentar